Rabu, 24 April 2013

DASAR HUKUM KARTU KREDIT




1. Perjanjian Antara Para Pihak Sebagai Dasar Hukum
Sebagaimana diketahui Sistem hukum kita menganut asas kebebasan berkontrak (vide Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata). Pasal 1338 ayat 1 tersebut menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Dengan berlandaskan kepada Pasal 1338 ayat 1 ini maka asal tidak bertentangan dengan hukum atau kebiasaan yang berlaku, maka setiap perjanjian (lisan maupun tertulis) Yng dibuat oleh para pihak yang terlibat dalam kegiatan kartu kredit, akan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak tersebut.

2. Perundang-undangan Sebagai Dasar Hukum
Ada berbagai perundang-undangan lain yang dengan tegas menyebut dan memberi landasan hukum terhadap penerbitan dan pengoperasian kartu kredit ini yaitu sebagai berikut :


a.Keppres No.6 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan
Pasal 2 ayat 1 dari Keppres No.61 ini antara lain menyebutkan bahwa salah satu
kegiatan dari Lembaga Pembiayaan adalah melakukan usaha kartu kredit.
Sementara dalam Pasal 1 ayat 7 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan perusahaan Kartu Kredit adalah badan usaha yang melakukan dengan mempergunakan kartu kredit.

Menurut Pasal 3 dari Keppres No.61 ini yang dapat melakukan kegiatan lembaga
pembiayaan tersebut termasuk kegiatan kartu kredit adalah :
1. Bank.
2. Lembaga Keuangan Bukan Bank (sekarang sudah tidak ada lagi dalam sistem
hukum keuangan kita).
3. Perusahaan pembiayaan.

b.Keputusan Menteri Keuangan no.1251/KMK.013/1998 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah berkali-kali diubah, terkhir denagn Keputusan Menteri Kuangan RI No.448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan

Pasal 2 dari Keputusan Menkeu No.1251 ini kembali menegaskan bahwa salah
satu dari kegiatan Lembaga pembiayaan adalah usaha kartu kredit.
Selanjutnya dalam pasal 7 ditentukan bahwa pelaksaan kegiatan kartu kredit dilakukan denagn cara penerbitan kartu kredit yang dapat dipergunakn oleh pemegangnya untuk pembayaran pengadaan barang/jasa.

c.Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan seperti yang telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Sehubungan dengan perbankan, kartu kredit mendapatkan legitimasinya dalam Undang-Undang No.7 Tahun1992 seperti yang telah diubah dengan Undang-Undang No.10 Tahun a1998. Pasal 6 huruf I nya dengan tegas menyatakan bahwa salah satu kegiatan banj adlah melakukan usaha kartu kredit.

d.Berbagai Peraturan Perbankan Lainnya
Terdapat bebrbagai peraturan perbankan lainnya yang mengatur lebih lanjut atau menyinggung tentang kartu kredit ini yang dikeluarkan dari waktu ke waktu. 

Rabu, 03 April 2013

KARTU KREDIT


KARTU KREDIT
Kartu Kredit atau Credit Card adalah salah satu bentuk alat bayar yang mulai berkembang dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi perdagangan. Hanya saja masih banyak silang pendapat mengenai kedudukan Kartu Kredit, apakah termasuk dalam kategori surat berharga atau tidak.Menurut penulis, kedudukan Kartu Kredit tidak termasuk surat berharga murni, karena tidak memenuhi semua persyaratan umum surat berharga, misalnya Kartu Kredit tidak dapat diperjualbelikan seperti halnya surat cek atau wesel. Oleh karena itu untuk mengetahui seluk beluk secara mendalam mengenai Kartu Kredit dapat diaikuti penjelasan berikut.
A. Pengertian
Hingga saat ini belum ada kesepakatan tentang definisi dari kartu kredit dikalangan para ahli, oleh karena itu, pengertian kartu kredit diambil dari hal-hal nyang umum. Menurut O.P. Simorangkir dalam bukunya yang berjudul “Seluk Beluk Bank Komersial”, menjelaskan, yang dimaksud dengan kartu kredit adalah uang tunai atau cek. Kemudian Prayogo S. Dan Djoko Prakoso, dalam bukunya “Surat Berharga alat Pembayaran dalam masyarakat Modern”, menjelaskan yang dimaksud dengan kartu kredit adalah; “Suatu jenis alat pembayaran sebagai pengganti uang tunai, dimana kita sewaktu-waktubdapat menukarkan apa saja yang kita inginkan yakni ditempat-tempat dimana saja ada cabang yang dapat menerima credit card dari bank, atau perusahaan yang mengeluarkan atau dapat juga menguangkan kepada bank yang mengeluarkan atau pada cabang yang mengeluarkan” (1991:335).
Dalam Encyclopedia of Banking Law, credit card diartikan sebagai berikut: “The term credit card is ageneric once to describe a plastic card enabling the holder to when it is issued to obtain cash stow over for present perpool they are two main categories of credit card, which involve night and obligations between the parties concern.”
Menurut Munir Fuady, kartu kredit merupakan suatu kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan dibubuhi identitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisukan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau barang yang dibeli ditempat-tempat tertentu, seperti toko, hotel, restoran, penjualan tiket pengangkutan,dll...(1996:216-217). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kartu Kredit adalah kartu kecil yang dikeluarkan oleh bank yang menjamin pemegangnya untuk dapat berbelanja tanpa membayar kontan dan pengeluaran belanja itu akan diperhitungkan dalam rekening pemilik kartu dibank.(1997:448).
Dari beberapa pengertian kartu kredit diatas, pada dasarnya kartu kredit adalah kartu kepercayaan atau sebagai alat yang terbuat dari bahan kertas atau plastik tebal yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang berbentuk empat persegi panjang, diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau bank, yang mempunyai fungsi-fungsi atau kegunaan dan kepercayaan dalam pelaksanaan transaksi sebagai pengganti uang tunai atau cek.
B. BENTUK FORMAL
Secara umum surat berharga harus memenuhi syarat formal. Kalau dalam pasal 100 KUHD adalah syarat-syarat agar suatu surat dinamakan wesel, pasal 178 KUHD memuat pula persyaratan tentang surat cek. Dasar hukum bagi pembiayaan dengan kartu kredit adalah kontrak kartu kredit (biasanya hanya berbentuk pengisian formulir), KUHPer, dan perundang-undangan di bidang keuangan dan pembiayaan.
Pada hakekatnya bentuk formal yang tersebut didalam pasal 178 KUHD juga terdapat dalam kartu kredit. Meskipun bentuk formal kartu kredit perusahaan yang satu dengan yang lain kadang-kadang terdapat sedikit perbedaan, namun perbedaan yang ada tersebut adalah tidak prinsip.

C. PARA PIHAK DALAM PENERBITAN KARTU KREDIT
Dalam penerbitan dan penggunaan Kartu Kredit, ada beberapa pihak yang terkait secara langsung yaitu:
1. Pemegang Kartu (Card Holder)
Cardholder atau card member diartikan pemegang kartu yang namanya tercetak dikartu dan berhak menggunkan kartu pada Merchant/pedagang. Card holder adalah orang yang memgang kartu secar sah. Kartu Kredit tidak dapat dipindah tangankan oleh pemegang kartu tersebut, disinilah letak prinsip perbedaan dengan surat berharga yang lain, yang dapat dipindahkan sesuai klausula yang terkandung dalam surat tersebut.
2. Merchant
Penggunaan istilah merchant diberikan kepada tempat-tempat dimana kartu kredit dapat digunakan, seperti hotel, restoran, tempat hiburan dan lain-lain. Tempat –tempat yang menerima kartu kredit sebagai alat pembayaran memiliki tanda atau menempelkan logo dari kartu kredit yang diterima. Tidak semua tempat daata menjadi merchant dari kartu kredit.
3. Card Issuer
Bank yang mengeluarkan kartu kredit merupakn pihak yang harus didahului membayar kepada merchant, atas semua biaya akibat penggunaan kartu kredit oleh para pemegang kartu. Setelah jatuh tempo, pihak bank baru menagih kepada pemegang kartu dengan mengirimkan tagihan kepada pemegang kartu kredit atau Billing Statement.

D. HUBUNGAN HUKUM DALAM MEKANISME KARTU KREDIT
Pada dasarnya pengggunaan atu pemanfaatan kartu kredit didalam lalu lintas pembayaran merupakan realisasi dari perjanjian yang telah dilakukan oleh para pihak yang terkait dalam penggunaan kartu kredit. Perjanjian yang dilakukan para pihak dengan titik ganda dengan kedudukan ganda pada perusahaan/ bank merupakan perjanjian segitiga antar 3 pihak :
1. Card Issuer dengan Card Holder
2. Card Issuer dengan Merchant
3. Card Holder dengan Merchant. Perjanjian ini merupakan perjanjian yang sifatnya insidental, dalam rangka transaksi barang atau jasa pada saat-saat tertentu.


Pada dasarnya perjanjian segi tiga tersebut diatas adalah perjanjian yang masing-masing berdiri sendiri,tetapi secara materil saling menguntungkan dengan subyek ganda perusahaan/bank penerbit kartu kredit.Perjanjian utama terjadi antara penerbit dengan pemegang kartu kredit,yang intinya memberikan fasilitas kredit.Perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh pihak di dalam perjanjian segi tiga secara mendasar harus dibuat atas dasar persyaratan dan ketentuan KUH. Perdata buku III khusus pasal 1320 tentang syarat sahnya suatu perjanjian. Suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab tertentu.
Dalam praktik, perjanjian kartu kredit merupakan perjanjan standar atau baku, karena semua persyaratan perjanjian telah disusun atau disiapkan oleh Perusahaan/bank, sehingga calon pemegang kartu kredit hanya mengisi berbagai formulir dan menandatangani naskah perjanjian yang telah disiapkan oleh perusahaan/bank penerbit kartu kredit. Dari isi naskah perjanjian tersebut dapat diketahui hak-hak pemegang kartu kredit antara lain:
1. Mempergunakan kartu kredit sebagai alat bukti untuk memperoleh barang dan atau jasa
2. Mempergunakan sebagai sarana mengambil uang tunai
3. Memperpanjang berlakunya kartu kredit yang dimiliki mendapat penggantian yang baru, apabila rusak atau hilang
4. Mengajukan keberatan apabila terdapat kesalahan perhitungan dan sebagainya.
E. MACAM-MACAM KARTU KREDIT
Bila dilihat dari bentuknya maka kartu kredit terdapat dalam beberapa macam antara lain :
a. American express card
b. American Card (Visa)
c. Dinners Club International Card
d. BCA Card
e. Master Charge atau Master Card
Dari kelima macam kartu kredit diatas dibagi dalam dua macam yaitu American Express Bank (Kartu kredit Internasional) dan Bank Central Asia (Kartu kredit Lokal) :
1. American Express Bank Amex Card dan Gold Card.
2. Bank Central Asia dengan BCA dan Master Card/Charge.
Amex Card adalah suatu kartu kredit biasa, sedangkan Gold Card adalah kartu kredit luar biasa. Untuk BCA Card termasuk kartu kredi biasa, karena hanya berlaku dalam negeri Indonesia saja dan jumlah pengeluarannya dibatasi setinggi-tingginya 50% dari jumlah dana yang tersedia. Master charge termasuk luar biasa, karena selain dipergunakan diluar negeri juga jumlah pengeluarannya dibatasi sebesar nilai maksimum yang telah ditentukan dalam perjanjian.
F. FUNGSI DAN KELEBIHAN KARTU KREDIT
Seperti halnya bentuk surat berharga lainnya, kartu kredit dapat digunakan sebagai alat bayar dalam transaksi perdagangan, hanya saja dipergunakan pada tempat-tempat tertentu. Dalam aktivitas sehari-hari istilah kartu kredit cukup telah dikenal sebagian masyarakat Indonesia, terutama kalangan menengah keatas, karena kartu kredit telah menjadi cara pembayaran alternatif, namun masih banyak pula saat ini beranggapan keliru mengenai fungsi kartu kredit, salah satu asumsi atau mitos tersebut yakni kartu kredit hanya akan membuat seseorang menjadi konsumtif, sehingga mitos ini menyebabkan ketidakinginan banyak orang , untuk memiliki kartu kredit, kalaupun mereka mempunyai kartu kredit mereka akan membatasi penggunaannya (Kompas, 21 Agustus 2001). Saat ini banyak orang menggunakan kartu kredit sebagai alat bayar tidak lagi melihat kartu kredit sebagai sumber pengeluaran tetapi sebagai pengganti uang tunai dalam melakukan transaksi, selain itu dengan menggunakan kartu kredit ada beberapa kelebihan misalnya:
1. Beli sekarang bayar kemudian (buy now pay later)sehingga pemegang kartu kredit ada banyak waktu untuk melakukan pembayaran,( menunda pembayaran hingga 45 hari), hanya pembayaran teersebut akan dilakukan secara penuh atau cicil/kredit, jika dilakukan pembayaran penuhtidak dikenakan bunga, bahkan penggunaannya akan dikenai bunga tabungan, sedangkan pembayaran dengan cicil akan dikenai bunga.
2. Adanya rasa nyaman dan aman, memudahkan dalam keadaan darurat, tanpa uang setoran tunai dibank, nyaman dan mudah bertransaksi diluar negeri
3. Manajemen keuangan yang efeketif karenamemberikan laporan keuangan. dalam upaya melayani konsumen secara lebih baik, banyak penerbit kartu kredit yang menawarkan berbagai layanan report.
4. Dapat mengontrol displin diri dalam mengelola anggaran, dan akan lebih hati-hati, apabila transaksi dilakukan dalam mata uang asing atau melakukan perdagangan diluar negeri.
5. Banyak sekali merchant yg menyediakan promo/diskon yg bekerja sama dengan penerbit kartu kredit.
6. Bonus tambahan. Sering menggunakan kartu kredit untuk transaksi bisnis juga memberi manfaat lain: mengakumulasi program reward dengan lebih cepat.
7. Kartu kredit tertentu memberi servis asuransi kesehatan, perjalanan, pencurian, ataupun kerusakan barang yang dibeli dengan kartu tersebut (perlu dibicarakan pada bank pada saat transaksi).
G. KELEMAHAN KARTU KREDIT
Kalau kita cermati fungsi kartu kredit dengan baik, hanya dapat digunakan sebagai alat bayar dan mengambil uang saja, tentunya tidak terpenuhi fungsi utuh dari suatu surat berharga, oleh karena itu, kartu kredit belum dapat dikategorikan sebagai surat berharga yang penuh, dengan kata lain, kartu kredit merupakansemi surat berharga. Hal ini disebabkan karena kartu kredittidak dapat diperalihkan kepada pihak lain sebagaimana surat cek atau wesel. Kartu kredit hanya dapat digunakan oleh pemilik saja, selain itu kartu kredit tidak dapat diperjual belikan sebagaimana surat berharga lainnya.
Kelemahan lain dari Kartu Kredit adalah:
1. Kita akan cenderung berbelanja lebih banyak dan lebih sering karena godaan yang kuat.
2. Bunga yg sangat tinggi. Jika sampai pada masa jatuh tempo tagihan kartu kredit belum dibayar, maka bisa dipastikan anda akan mulai terjerat dengan bunga kartu kredit yang tinggi.
3. Kartu bisa dibobol orang lain yang tidak jujur, misalnya bila penjual tidak jujur maka ia akan menggosok slip kredit lebih dari 1 kali sebelum kita tanda tangani. Ia akan menagih ke bank yang bersangkutan untuk transaksi lain dengan menggunakan slip yang kedua dengan mencantumkan tanda tangan kita yang dipalsukan seperti pada slip yang pertama.
4. Bila transaksi bisnis dilakukan di internet, maka bila di penjual tidak jujur, ia akan menerima pembayaran dari bank yang bersangkutan, tetapi ia tidak mengirimkan barang yang kita pesan.
5. Jenis kartu kredit yang menggunakan band magnetik tidak terlalu baik keamanan-nya. Sayangnya di Indonesia kartu jenis ini masih banyak di produksi, jadi akan lebih baik kalau dibuat pengamanan tambahan dengan micro chip seperti yang dipakai di Eropa.
6. Pembayaran pertahun yang cukup mahal, termasuk pembayaran tambahan untuk pengambilan uang di luar negeri, termasuk transaksi internet pada website yang berada di luar negeri.
7. Nilai pertukaran uang ditentukan oleh bank penerbit, sehingga terkadang pihak bank agak seenaknya memberi rata rata harian nilai pertukaran uang.
8. Beban administratif dan beban bunga yang terlalu tinggi jika melakukan pengambilan uang di ATM.
DAFTAR PUSTAKA
Emirzon Joni, Hukun Surat Berharga, PT. Prenhallindo, Jakarta, 2002.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1997.
“Hukum Kartu Kredit dan Kartu Kredit Syariah menurut Islam”, Kajian Islam, 12 Agustus 2009.
Siti Soemarti Hartono, K.U.H.D (Kitab Undang-undang Hukum Dagang & P.P (Peraturan Kepailitan), Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM,Yogyakarta, 1983
sumber dari 

Dasar Hukum Adanya Debt Collector

Dasar Hukum Adanya Debt Collector

Adakah dasar hukum debt collector? Apa sanksi bagi debt collector yang sering menagih lewat telepon maupun secara langsung dengan mengucapkan sumpah serapah dan kata-kata kasar lainnya, padahal yang ditagih telah melakukan kewajibannya dengan tepat waktu?

Sepengetahuan kami, tidak ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai penagih utang atau debt collector ini. Debt collectorpada prinsipnya bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur untuk menagih utang kepada debiturnya.  Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam KUHPerdata. Mengenai apa itu kuasa Anda dapat membaca lebih lanjut dalam definisi kuasa

Khusus di bidang perbankan, memang ada peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pihak bank untuk menggunakan jasa pihak lain untuk menagih utang. Hal tersebut diatur dalam PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (“PBI”) jo SE BI No. 11/10/DASP Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu tanggal 13 April 2009 (“SEBI”). Dalam PBI dan SEBI ini, diatur bahwa:

1.      Dalam hal bank menggunakan jasa pihak lain untuk melakukan penagihan, maka hal ini wajib diberitahukan kepada pemegang Kartu;
2.      Bank wajib memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh bank itu sendiri;
3.      Penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet;
4.      Bank harus menjamin bahwa penagihan dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum;
5.      Perjanjian kerjasama antara bank dan pihak lain untuk melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit tersebut harus memuat klausula tentang tanggung jawab bank terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari kerjasama dengan pihak lain tersebut.

Kalau merujuk pada ketentuan-ketentuan KUHP, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh debt collector bisa dijerat hukum. Dalam hal debt collectortersebut menggunakan kata-kata kasar dan dilakukan di depan umum, maka ia bisa dipidana dengan pasal penghinaan, yaitu pasal 310 KUHP:

Barangsiapa merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4500 

Selain itu, bisa juga digunakan pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan:

“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp.4500 barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”

Demikian pendapat kami. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad1915 No. 732)
2.      Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
3.      Surat Edaran BI No. 11/10/DASP Perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu tanggal 13 April 2009